Selasa, 17 Januari 2012

Hari Jadi Kota Pontianak


DALAM kamus ilmiah populer, retrospeksi adalah keinginan meninjau atau menghayati kembali ke belakang. Atau retrospeksi bisa juga dikatakan sebagai cara pandang terhadap apa-apa yang sudah dilakukan, yang mana termasuk di dalamnya mengevaluasi keberhasilan sekaligus kegagalan di masa lampau, serta berharap dapat membangun rencana langkah-langkah prospektif, terobosan-terobosan di masa depan.
Mengapa membincangkan retrospeksi Hari Jadi kota Pontianak, dalam aras ini, menjadi sangat penting? Tentu saja usaha retrospeksi bermanfaat bagi kita dalam mengambil pelajaran dari peristiwa yang sudah-sudah. Mengutip Elisabeth Kubler Ross, “Tidak ada kesalahan, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Seluruh peristiwa adalah anugerah yang diberikan kepada kita untuk kita pelajari.”
Usia Kota Pontianak bisa dibilang tua, bahkan lebih tua dari usia kemerdekaan negara ini. Tepat pada tanggal 23 Oktober 2011, genap warga Kota Pontianak memperingati Hari Jadi Kota Pontianak yang ke-240. Namun demikian, perkembangan Kota Pontianak hemat saya masih begini-begini saja.
Saya yang lahir dan dibesarkan di Kota ini bisa merasakan bahwa Pontianak dulu dan sekarang, tidak banyak mengalami perubahan. Tentu saja pengertian “perubahan” yang dimaksud bukan sebatas prestasi-prestasi pembangunan, karena “perubahan” tentunya pengertiannya harus lebih luas daripada itu.
Sebutan Pontianak Kota BERSINAR (Bersih, Sehat, Indah, Nyaman, Aman, dan Ramah), sampai hari ini pun pendapat saya masih sekadar slogan. Pontianak masih belum BERSINAR. Masyarakat kota ini masih belum merasa memiliki slogan tersebut. Sampah di mana-mana dan parit-parit banyak yang tersumbat karena sampah. Pendek kata, kepedulian masyarakat kota ini terhadap kebersihan masih amat kurang. Menjadi kota indah dan nyaman hemat saya masih jauh dari harapan.
Dari aspek ketertiban, masyarakat kota ini pun jauh dari kata “tertib”. Lalu lintas merupakan tempat yang tidak aman bagi pengendara, karena warga kota ini banyak yang “buta warna”. Lampu merah dipandang hijau, tak peduli disindir dengan bunyi-bunyi klakson dari motor-motor lain, tetap tancap gas, tabrak lampu merah!.
Dalam aspek pendidikan, kita harus terus berbenah. Masih banyak sekolah di kota ini yang minim perhatian, terutama kelengkapan sarana dan prasarana belajar mengajar. Sebutan pontianak sebagai kota layak anak juga harusnya dijadikan motivasi kota ini untuk terus menerus berbenah diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar